Oleh : Tatik Sriwulandari, S.Tr.Par., M.M.
Di bidang seni kuliner, tren kebangkitan artisanal mulai menarik perhatian, artisanal dapat diartikan dengan proses membawa cita rasa dan teknik tradisional kembali ke permukaan masakan kontemporer. Salah satu kreasi menarik yang lahir dari gerakan ini adalah Kue Puding Cendol. Makanan penutup inovatif ini tidak hanya memberi penghormatan kepada cendol Asia Tenggara yang dicintai, tetapi juga menata ulangnya menjadi kue modern, yang merangkum esensi pengerjaan artisanal.
Cendol adalah salah satu makanan tradisional Indonesia yang populer. Makanan ini terkenal dengan cita rasa manisnya dan sensasi segarnya, terutama saat disantap di cuaca panas. Cendol memiliki sejarah panjang yang melibatkan perpaduan budaya serta inovasi kuliner dari berbagai daerah di Indonesia. Asal-usul cendol dapat ditelusuri hingga masa kejayaan Kerajaan Majapahit pada abad ke-14. Konon, kata “cendol” berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti “bulat” atau “memutar”, menggambarkan bentuk bulat dan lembut dari butiran tepung beras atau tepung ketan yang menjadi bahan dasar cendol. Awalnya, cendol disajikan sebagai hidangan penutup di istana, kemudian menyebar dan menjadi populer di negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Bahan inti biasanya berupa agar-agar tepung beras hijau, santan, dan sirup gula aren, disajikan di atas es. Makanan penutup ini disukai karena kombinasi rasa dan teksturnya yang unik. Cendol memiliki tekstur yang kenyal dipadu dengan santan kental, dan manisnya gula aren yang kaya menciptakan perpaduan harmonis yang memanjakan lidah.
Mengambil inspirasi dari cendol tradisional, Kue Puding Cendol mewujudkan kebangkitan artisanal dengan menggabungkan cita rasa kuno dengan teknik pembuatan kue modern. Hidangan penutup ini diawali dengan lapisan kue lembut seperti bolu yang diberi ekstrak pandan, yang memberikan aroma halus dan rona hijau cerah yang mengingatkan pada jeli cendol. Lapisan kue berfungsi sebagai alas, memberikan landasan yang ringan namun kokoh untuk lapisan berikutnya.
Lapisan kedua Kue Puding Cendol adalah puding kelapa yang halus dan lembut, mencerminkan kekayaan krim dari makanan penutup tradisional. Untuk mendapatkan konsistensi yang sempurna, santan dipadukan dengan agar-agar dan sedikit gula, lalu dimasak perlahan hingga menghasilkan puding yang bentuknya tetap namun meleleh di mulut. Lapisan ini tidak hanya menambah kedalaman dan tekstur lembut pada kue tetapi juga memberikan rasa kelapa yang khas.
Lapisan ketiga memperkenalkan cendol jelly yang ikonik. Terbuat dari tepung beras dan sari pandan, agar-agarnya diserut dan dimasukkan ke dalam lapisan puding kelapa. Penambahan ini menghadirkan tekstur kenyal dan rasa cendol yang khas pada kuenya, memastikan setiap gigitan menangkap esensi otentik dari hidangan penutup tradisional. Untuk melengkapi Kue Puding Cendol, ditambahkan sedikit sirup gula aren sebagai sentuhan akhir.
Kue Puding Cendol merupakan bukti kekuatan kebangkitan artisanal di dunia kuliner yang menjembatani kesenjangan antara tradisi dan modernitas, menawarkan perspektif segar tentang hidangan penutup klasik. Melalui pengerjaan yang cermat, respect yang dalam terhadap warisan budaya kuliner Indonesia, kue ini menangkap esensi cendol sekaligus menyajikannya dengan cara yang menarik dan inovatif. Ketika kebangkitan artisanal terus mempengaruhi masakan kontemporer, kreasi seperti Kue Puding Cendol pasti akan menginspirasi para pecinta makanan di seluruh dunia terlebih bila menggunakan bahan-bahan premium seperti bahan yang diproduksi oleh salah satu brand ternama dunia yaitu Zeelandia.
Reference: